Jumat, 09 Mei 2014

MPLS


MPLS

Multiprotocol Label Switching (MPLS) adalah suatu solusi untuk permasalahan yang dihadapi oleh kecepatan network, rancangan lalu-lintas dan manajemen. MPLS telah muncul sebagai suatu solusi rapi untuk menemui bandwidth-management dan kebutuhan untuk jaringan tulang punggung berasis IP selanjutnya. Pengertian ini memberikan gambaran mendalam pada teknologi MPLS, dengan penekanan pada protokol. Pada masa sekarang, internet meningkatkan layanan kedalam suatu jaringan untuk meningkatkan variasi dari suatu aplikasi bagi komnsumen dan bisnis. Disamping data tradisional yang sekarang disajikan internet, suara baru dan multimedia jasa sedang dikembangkan dan disebarkan.

Salah satu layanan yang mulai banyak digemari adalah layanan yang dapat menghubungkan seseorang dengan orang lain untuk bertransaksi dan menukar data dengan aman. Layanan ini menggunakan teknologi VPN-IP. Komponen-komponen layanan komunikasi itu, menurut Achmad Sugiarto, GM Datakom Divisi Multi Media PT Telkom, antara lain keandalan, jangkauan, dan keamanan penggunaan. Teknologi VPN-IP memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan saluran sewa, frame relay, maupun ATM, dan juga menawarkan solusi yang lebih murah.

MPLS merupakan salah satu bentuk konvergensi vertikal dalam topologi jaringan. MPLS menjanjikan banyak harapan untuk peningkatan performansi jaringan paket tanpa harus menjadi rumit seperti ATM. Metode MPLS membangkitkan gagasan untuk mengubah paradigma routing di layer-layer jaringan yang ada selama ini, dan mengkonvergensikannya ke dalam sebuah metode, yang dinamai GMPLS. GMPLS melakukan forwarding data menggunakan VC tingkat rendah dan tingkat tinggi di SDH, dan panjang-gelombang di WDM, dan serat-serat dalam FO; terpadu dengan routing di layer IP.



Teknologi ATM dan frame relay bersifat connection-oriented: setiap virtual circuit harus disetup dengan protokol persinyalan sebelum transmisi. IP bersifat connectionless: protokol routing menentukan arah pengiriman paket dengan bertukar info routing. MPLS mewakili konvergensi kedua pendekatan ini.

MPLS, multi-protocol label switching, adalah arsitektur network yang didefinisikan oleh IETF untuk memadukan mekanisme label swapping di layer 2 dengan routing di layer 3 untuk mempercepat pengiriman paket. Arsitektur MPLS dipaparkan dalam RFC-3031 [Rosen 2001].


Network MPLS terdiri atas sirkit yang disebut label-switched path (LSP), yang
menghubungkan titik-titik yang disebut label-switched router (LSR). LSR pertama dan terakhir disebut ingress dan egress. Setiap LSP dikaitkan dengan sebuah forwarding equivalence class (FEC), yang merupakan kumpulan paket yang menerima perlakukan forwarding yang sama di sebuah LSR. FEC diidentifikasikan dengan pemasangan label.Untuk membentuk LSP, diperlukan suatu protokol persinyalan.

Protokol ini menentukan forwarding berdasarkan label pada paket. Label yang pendek dan berukuran tetap mempercepat proses forwarding dan mempertinggi fleksibilitas pemilihan path. Hasilnya adalah network datagram yang bersifat lebih connection-oriented.

Enkapsulasi Paket
Tidak seperti ATM yang memecah paket-paket IP, MPLS hanya melakukan enkapsulasi paket IP, dengan memasang header MPLS. Header MPLS terdiri atas 32 bit data, termasuk 20 bit label, 2 bit eksperimen, dan 1 bit identifikasi stack, serta 8 bit TTL. Label adalah bagian dari header, memiliki panjang yang bersifat tetap, dan merupakan satu-satunya tanda identifikasi paket. Label digunakan untuk proses forwarding, termasuk proses traffic engineering.


Setiap LSR memiliki tabel yang disebut label-swiching table. Tabel itu berisi pemetaan label masuk, label keluar, dan link ke LSR berikutnya. Saat LSR menerima paket, label paket akan dibaca, kemudian diganti dengan label keluar, lalu paket dikirimkan ke LSR berikutnya.
Selain paket IP, paket MPLS juga bisa dienkapsulasikan kembali dalam paket MPLS. Maka sebuah paket bisa memiliki beberapa header. Dan bit stack pada header menunjukkan apakah suatu header sudah terletak di 'dasar' tumpukan header MPLS itu.

Distribusi Label
Untuk menyusun LSP, label-switching table di setiap LSR harus dilengkapi dengan pemetaan dari setiap label masukan ke setiap label keluaran. Proses melengkapi tabel ini dilakukan dengan protokol distribusi label. Ini mirip dengan protokol persinyalan di ATM, sehingga sering juga disebut protokol persinyalan MPLS. Salah satu protokol ini adalah LDP (Label Distribution Protocol).

LDP hanya memiliki feature dasar dalam melakukan forwarding. Untuk meningkatkan kemampuan mengelola QoS dan rekayasa trafik, beberapa protokol distribusi label lain telah dirancang dan dikembangkan juga. Yang paling banyak disarankan adalah CR-LDP (constraint-based routing LDP) dan RSVP-TE (RSVP dengan ekstensi Traffic Engineering). MPLS
Rekayasa Trafik dengan MPLS
Rekayasa trafik (traffic engineering, TE) adalah proses pemilihan saluran data traffic untuk menyeimbangkan beban trafik pada berbagai jalur dan titik dalam network. Tujuan akhirnya adalah memungkinkan operasional network yang andal dan efisien, sekaligus mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan performansi trafik. Panduan TE untuk MPLS (disebut MPLS-TE) adalah RFC-2702 [Awduche 1999a]. RFC-2702 menyebutkan tiga masalah dasar berkaitan dengan MPLS-TE, yaitu:

  • ·         Pemetaan paket ke dalam FEC
  • ·         Pemetaan FEC ke dalam trunk trafik
  • ·         Pemetaan trunk trafik ke topologi network fisik melalui LSP

Namun RFC hanya membahas soal ketiga. Soal lain dikaji sebagai soal-soal QoS. Awduche [1999b] menyusun sebuah model MPLS-TE, yang terdiri atas komponen-komponen: manajemen path, penempatan trafik, penyebaran keadaan network, dan manajemen network.

Manajemen Path
Manajemen path meliputi proses-proses pemilihan route eksplisit berdasar kriteria tertentu, serta pembentukan dan pemeliharaan tunnel LSP dengan aturan-aturan tertentu. Proses pemilihan route dapat dilakukan secara administratif, atau secara otomatis dengan proses routing yang bersifat constraint-based. Proses constraint-based dilakukan dengan kalkulasi berbagai alternatif routing untuk memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dalam kebijakan administratif. Tujuannya adalah untuk mengurangi pekerjaan manual dalam TE.

Setelah pemilihan, dilakukan penempatan path dengan menggunakan protokol persinyalan, yang juga merupakan protokol distribusi label. Ada dua protokol jenis ini yang sering dianjurkan untuk dipakai, yaitu RSVP-TE dan CR-LDP.
Manajemen path juga mengelola pemeliharaan path, yaitu menjaga path selama masa transmisi, dan mematikannya setelah transmisi selesai.

Terdapat sekelompok atribut yang melekat pada LSP dan digunakan dalam operasi manajemen path. Atribut-atribut itu antara lain:
·         Atribut parameter trafik, adalah karakteristrik trafik yang akan ditransferkan, termasuk nilai puncak, nilai rerata, ukuran burst yang dapat terjadi, dll. Ini diperlukan untuk  menghitung resource yang diperlukan dalam trunk trafik.
·         Atribut pemilihan dan pemeliharaan path generik, adalah aturan yang dipakai untuk memilih route yang diambil oleh trunk trafik, dan aturan untuk menjaganya tetap hidup.
·         Atribut prioritas, menunjukkan prioritas pentingnya trunk trafik, yang dipakai baik dalam pemilihan path, maupun untuk menghadapi keadaan kegagalan network.
·         Atribut pre-emption, untuk menjamin bahwa trunk trafik berprioritas tinggi dapat disalurkan melalui path yang lebih baik dalam lingkungan DiffServ. Atribut ini juga dipakai dalam kegiatan restorasi network setelah kegagalan.
·         Atribut perbaikan, menentukan perilaku trunk trafik dalam kedaan kegagalan. Ini meliputi deteksi kegagalan, pemberitahuan kegagalan, dan perbaikan.
·         Atribut policy, menentukan tindakan yang diambil untuk trafik yang melanggar, misalnya trafik yang lebih besar dari batas yang diberikan. Trafik seperti ini dapat dibatasi, ditandai, atau diteruskan begitu saja.

Atribut-atribut ini memiliki banyak kesamaan dengan network yang sudah ada sebelumnya. Maka diharapkan tidak terlalu sulit untuk memetakan atribut trafik trunk ini ke dalam arsitektur switching dan routing network yang sudah ada.

Penempatan Trafik
Setelah LSP dibentuk, trafik harus dikirimkan melalui LSP. Manajemen trafik berfungsi mengalokasikan trafik ke dalam LSP yang telah dibentuk. Ini meliputi fungsi pemisahan, yang membagi trafik atas kelas-kelas tertentu, dan fungsi pengiriman, yang memetakan trafik itu ke dalam LSP.
Umumnya ini dilakukan dengan menyusun semacam pembobotan baik pada LSP-LSP maupun pada trafik-trafik. Ini dapat dilakukan secara implisit maupun eksplisit.

Penyebaran Informasi Keadaan Network
Penyebaran ini bertujuan membagi informasi topologi network ke seluruh LSR di dalam network. Ini dilakukan dengan protokol gateway seperti IGP yang telah diperluas.  Perluasan informasi meliputi bandwidth link maksimal, alokasi trafik maksimal, pengukuran TE default, bandwidth yang dicadangkan untuk setiap kelas prioritas, dan atribut-atribut kelas resource. Informasi-informasi ini akan diperlukan oleh protokol persinyalan untuk memilih routing yang paling tepat dalam pembentukan LSP.

Manajemen Network
Performansi MPLS-TE tergantung pada kemudahan mengukur dan mengendalikan network. Manajemen network meliputi konfigurasi network, pengukuran network, dan penanganan kegagalan network.
Pengukuran terhadap LSP dapat dilakukan seperti pada paket data lainnya. Traffic flow  dapat diukur dengan melakukan monitoring dan menampilkan statistika hasilnya. Path loss  dapat diukur dengan melakukan monitoring pada ujung-ujung LSP, dan mencatat trafik yang hilang. Path delay dapat diukur dengan mengirimkan paket probe menyeberangi LSP, dan mengukur waktunya. Notifikasi dan alarm dapat dibangkitkan jika parameter-parameter yang ditentukan itu telah melebihi ambang batas.

Protokol Persinyalan
Pemilihan path, sebagai bagian dari MPLS-TE, dapat dilakukan dengan dua cara: secara manual oleh administrator, atau secara otomatis oleh suatu protokol persinyalan. Dua protokol persinyalan yang umum digunakan untuk MPLS-TE adalah CR-LDP dan RSVP-TE.
RSVP-TE memperluas protokol RSVP yang sebelumnya telah digunakan untuk IP, untuk mendukung distribusi label dan routing eksplisit. Sementara itu CR-LDP memperluas LDP yang sengaja dibuat untuk distribusi label, agar dapat mendukung persinyalan berdasar  QoS dan routing eksplisit.
Ada banyak kesamaan antara CR-LDP dan RSVP-TE dalam kalkulasi routing yang bersifat  constraint-based. Keduanya menggunakan informasi QoS yang sama untuk menyusun  routing eksplisit yang sama dengan alokasi resource yang sama.
Perbedaan utamanya adalah dalam meletakkan layer tempat protokol persinyalan bekerja. CR-LDP adalah protokol yang bekerja di atas TCP atau UDP, sedangkan RSVP-TE bekerja langsung di atas IP. Perbandingan kedua protokol ini dipaparkan dalam tebal berikut [Wang 2001]


Untuk standardisasi, sejak tahun 2003 sebagian besar implementor telah memilih untuk  menggunakan RSVP-TE dan meninggalkan CR-LDP. Hal ini diinformasikan dalam RFC- 3468. Lebih jauh, RSVP-TE dikaji dalam RFC-3209.

Implementasi Qos pada MPLS
Untuk membangun jaringan lengkap dengan implementasi QoS dari ujung ke ujung, diperlukan penggabungan dua teknologi, yaitu implementasi QoS di access network dan QoS di core network. Seperti telah dipaparkan, QoS di core network akan tercapai secara optimal dengan menggunakan teknologi MPLS. Ada beberapa alternatif untuk implementasi QoS di access network, yang sangat tergantung pada jenis aplikasi yang digunakan customer.

MPLS dengan IntServ
Baik RSVP-TE maupun CR-LDP mendukung IntServ [Gray 2001]. RSVP-TE lebih alami untuk soal ini, karena RSVP sendiri dirancang untuk model IntServ. Namun CR-LDP tidak memiliki kelemahan untuk mendukung IntServ. Permintaan reservasi dilakukan dengan pesan PATH di RSVP-TE atau Label Request di CR-LDP. Di ujung penerima, egress akan membalas dengan pesan RESV untuk RSVP-TE atau Label Mapping untuk CR-LDP, dan kemudian resource LSR langsung tersedia bagi aliran trafik dari ingress. Tidak ada beda yang menyolok antara kedua cara ini dalam mendukung model IntServ.

MPLS dengan DiffServ
Dukungan untuk DiffServ dilakukan dengan membentuk LSP khusus, dinamai L-LSP, yang secara administratif akan dikaitkan dengan perlakukan khusus pada tiap kelompok PHB. Alternatif lain adalah dengan mengirim satu LSP bernama E-LSP untuk setiap kelompok PHB.
Beda L-LSP dan E-LSP adalah bahwa E-LSP menggunakan bit-bit EXT dalam header MPLS untuk menunjukkan kelas layanan yang diinginkan; sementara L-LSP membedakan setiap kelas layanan dalam label itu sendiri. Baik RSVP-TE dan LDP dapat digunakan untuk mendukung LSP khusus untuk model DiffServ ini. RFC-3270 mengeksplorasi lebih jauh dukungan MPLS atas model DiffServ ini.
Alternatif Implementasi Jaringan
Alternatif Implementasi Jaringan
ATM
Sesuai spesifikasi ITU, ATM telah memiliki implementasi QoS yang sangat baik. Kontrak trafik dengan user selalu meliputi jenis trafik dan QoS yang dibutuhkan. Diferensiasi layanan disediakan dengan berbagai jenis AAL. Trafik IP misalnya, akan diangkut dengan AAL 5. AAL 1 hingga 4 higunakan untuk trafik suara, video, dan trafik data non IP.



Kelemahan implementasi langsung ATM adalah bahwa customer harus menyediakan terminal ATM pada instalasi mereka. Ini bukan soal mudah, karena sebagian besar customer diperkirakan hanya akan menggunakan perangkat IP. Keharusan mengadakan perangkat baru akan mengurangi minat menggunakan layanan ini.

IP over ATM
Untuk mempermudah customer, provider dapat membangun skema IP over ATM; yaitu dengan membangun core network berbasis ATM dan interface ke customer menggunakan IP. Customer dapat langsung berkomunikasi dengan IP dari instalasi mereka tanpa perangkat tambahan. Customer yang memiliki kebutuhan network bukan IP dapat langsung berinterface dengan struktur ATM yang juga tersedia. Kontrak trafik akan menyebutkan apakah pelanggan akan terhubung ke router IP atau switch ATM.



IP akan terenkapsulasi dalam AAL 5, yaitu AAL yang digunakan untuk trafik non-real-time, variable-bit-rate, yang bersifat baik connectionless or connection oriented. Enkapsulasi ini digambarkan dalam diagram berikut.


 Konfigurasi IP over ATM umumnya membutuhkan pembentukan PVC antara router di tepiannetwork ATM. Routing IP dan switching ATM merupakan proses yang sama sekali terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Artinya pembentukan routing IP sama sekali tidak mempertimbangkan topologi network ATM di bawahnya. Ada potensi masalah di sini. Bagi network ATM, proses ini dapat menurunkan efisiensi total, karena PVC dilihat oleh IP sebagai sebuah link tunggal yang cost dan prioritasnya sama dengan link lainnya. Bagi IP, jika sebuah link ATM putus, beberapa link antar router dapat terputus, mengakibatkan masalah pada update data routing sekaligus dalam jumlah besar.

MPLS
Karena sebagian besar kelebihan ATM telah terlingkupi dalam teknologi ATM, sebenarnya jaringan IP over ATM dapat digantikan oleh sebuah jaringan MPLS. MPLS bersifat alami bagi dunia IP. Traffic engineering pada MPLS memperhitungkan sepenuhnya karakter trafik IP yang melewatinya.

Keuntungan lain adalah tidak diperlukannya kerumitan teknis seperti enkapsulasi ke dalam AAL dan pembentukan sel-sel ATM, yang masing-masing menambah delay, menambah header, dan memperbesar kebutuhan bandwidth. MPLS tidak memerlukan hal-hal itu.



Persoalan besar dengan MPLS adalah bahwa hingga saat ini belum terbentuk dukungan untuk trafik non IP. Skema-skema L2 over MPLS (termasuk Ethernet over MPLS, ATM over MPLS, dan FR over MPLS) sedang dalam riset yang progresif, tetapi belum masuk ke tahap pengembangan secara komersial. Yang cukup menjadikan harapan adalah banyaknya alternatif konversi berbagai jenis trafik ke dalam IP, sehingga trafik jenis itu dapat pula diangkut melalui jaringan MPLS. Juga proposal-proposal teknologi GMPLS sedang memasuki tahap standarisasi, sehingga ada harapan bahwa berbagai jenis teknologi dari layer 3 hingga layer 0 dapat dikonvergensikan dalam skema GMPLS.

MPLS over ATM
MPLS over ATM adalah alternatif untuk menyediakan interface IP/MPLS dan ATM dalam suatu jaringan. Alternatif ini lebih baik daripada IP over ATM, karena menciptakan semacam IP over ATM yang tidak lagi saling acuh. Alternatif ini juga lebih baik daripada MPLS tunggal, karena mampu untuk mendukung trafik non IP jika dibutuhkan customer. Seperti paket IP, paket MPLS akan dienkapsulasikan ke dalam AAL 5, kemudian dikonversikan menjadi sel-sel ATM.


Kelemahan sistem ini adalah bahwa keuntungan MPLS akan berkurang, karena banyak kelebihannya yang akan overlap dengan keuntungan ATM. Alternatif ini sangat tidak costeffective.

Hibrida MPLS-ATM
Hibrida MPLS-ATM adalah sebuah network yang sepenuhnya memadukan jaringan MPLS di atas core network ATM. MPLS dalam hal ini berfungsi mengintegrasikan fungsionalitas IP dan ATM, bukan memisahkannya. Tujuannya adalah menyediakan network yang dapat menangani trafik IP dan non-IP sama baiknya, dengan efisiensi tinggi.
Network terdiri atas LSR- ATM. Trafik ATM diolah sebagai trafik ATM. Trafik IP diolah sebagai trafik ATM-MPLS, yang akan menggunakan VPI and VCI sebagai label. Format sel ATM-MPLS digambarkan sebagai berikut.




Integrasi switch ATM dan LSR diharapkan mampu menggabungkan kecepatan switch ATM dengan kemampuan multi layanan dati MPLS. Biaya bagi pembangunan dan pemeliharaan network masih cukup optimal, mendekati biaya bagi network ATM atau network MPLS.


Interface ke Layer Bawah
Interfaces ke Layer Bawah
Di network yang tidak memiliki ATM, paket MPLS dapat langsung dilewatkan pada struktur  SDH. Salah satu metode yang disarankan adalah dengan POS (packet over SDH), seperti yang dikaji dalam RFC-1619. POS adalah interface yang dirancang untuk mentransferkan paket point-to-point ke dalam frame-frame SONET atau SDH.

Point-to-Point Protocol (PPP)
Protokol yang dirancang sebagai metode komunikasi dalam link point-to-point adalah PPP (RFC-1661). PPP memiliki fungsi enkapsulasi multi protokol, error control, dan kontrol inisialisasi link. Overhead PPP juga relatif kecil, sehingga tepat digunakan untuk link yang hemat bandwidth. Enkapsulasi MPLS dengan PPP digambarkan sebagai berikut:


Pemetaan ke SDH
Seperti yang dipersyaratkan dalam RFC-1662, paket yang telah dienkapsulasi dengan PPP harus diframekan dengan high-level data-link control (HDLC). Untuk dikirim melalui SDH, frame HDLC ini kemudian dipetakan secara sinkron ke SPE (synchronous payload envelope). Rate dasar untuk PPP over SDH adalah STM-1, yaitu 155.52 Mb/s, yang mengandung rate informasi sebesar 149.76 Mb/s, yaitu sebesar STM-1 dikurangi overhead. Informasi dengan rate lebih kecil bisa dipetakan ke VT (virtual tributary) dari SDH, yang setara dengan sinyal E1, hingga E3.

 VPN dengan MPLS
Salah satu feature MPLS adalah kemampuan membentuk tunnel atau virtual circuit yang melintasi networknya. Kemampuan ini membuat MPLS berfungsi sebagai platform alami untuk membangun virtual private network (VPN). VPN yang dibangun dengan MPLS sangat berbeda dengan VPN yang hanya dibangun berdasarkan teknologi IP, yang hanya memanfaatkan enkripsi data. VPN dpada MPLS lebih mirip dengan virtual circuit dari FR atau ATM, yang dibangun dengan membentuk isolasi trafik. Trafik benar-benar dipisah dan tidak dapat dibocorkan ke luar lingkup VPN yang didefinisikan.

Lapisan pengamanan tambahan seperti IPSec dapat diaplikasikan untuk data security, jika diperlukan. Namun tanpa metode semacam IPSec pun, VPN dengan MPLS dapat digunakan dengan baik.

Feature bagi Customer
Di dalam VPN, customer dapat membentuk hubungan antar lokasi. Konektivitas dapat terbentuk dari titik mana pun ke titik mana pun (banyak arah sekaligus), tanpa harus melewati semacam titik pusat, dan tanpa harus menyusun serangkaian link dua arah. Ini dapat digunakan sebagai platform intranet yang secara efisien melandasi jaringan IP sebuah perusahaan. Ini juga dapat digunakan sebagai extranet yang menghubungkan perusahaanperusahaan yang terikat perjanjian.
Mekanisme pembentukan VPN telah tercakup dalam konfigurasi MPLS, sehingga tidak diperlukan perangkat tambahan di site customer. Bahkan, jika diinginkan, konfigurasi VPN sendiri dapat dilakukan dari site provider.

Mekanisme VPN
Ada beberapa rancangan yang telah diajukan untuk membentuk VPN berbasis IP dengan MPLS. Belum ada satu pun yang dijadikan bakuan. Namun ada dua rancangan yang secara umum lebih sering diacu, yaitu MPLS-VPN dengan BGP, dan explicitly routed VPN. MPLSVPN dengan BGP saat ini lebih didukung karena alternatif lain umumnya bersifat propriertary dan belum menemukan bentuk final.
Panduan implementasi MPLS-VPN dengan BGP adalah RFC-2547. BGP mendistribusikan informasi tentang VPN hanya ke router dalam VPN yang sama, sehingga terjadi pemisahan trafik. E-LSR dari provider berfungsi sebagai provider-edge router (PE) yang terhubung ke customer-edge router (CE). PE mempelajari alamat IP dan membentuk sesi BGP untuk berbagi info ke PE lain yang terdefinisikan dalam VPN. BGP untuk MPLS berbeda dengan BGP untuk paket IP biasa, karena memiliki ekstensi multi-protokol seperti yang didefinisikan dalam RFC-2283.
GMPLS


GMPLS
Konvergensi Vertikal
GMPLS (generalised MPLS) adalah konsep konvergensi vertikal dalam teknologi transport, yang tetap berbasis pada penggunaan label seperti MPLS. Setelah MPLS dikembangkan untuk memperbaiki jaringan IP, konsep label digunakan untuk jaringan optik berbasis DWDM, dimana panjang gelombang (l) digunakan sebagai label. Standar yang digunalan disebut MPlS. Namun, mempertimbangkan bahwa sebagian besar jaringan optik masih memakai SDH, bukan hanya DWDM, maka MPlS diperluas untuk meliputi juga TDM, ADM dari SDH, OXC. Konsep yang luas ini lah yang dinamai GMPLS.
GMPLS merupakan konvergensi vertikal, karena ia menggunakan metode label switching dalam layer 0 hingga 3 [Allen 2001]. Tujuannya adalah untuk menyediakan network yang secara keseluruhan mampu menangani bandwidth besar dengan QoS yang konsisten dan pengendalian penuh. Diharapkan GMPLS akan menggantikan teknologi SDH dan ATM klasik, yang hingga saat ini masih menjadi layer yang paling mahal dalam pembangunan network.